RSKJ Soeprapto Bengkulu Menerima Pasien dengan Layanan BPJS
By Ainun
Tetapi ada prosedur dan tahapan yang harus dilalui oleh pasien baik yang datang melalui Dinas Sosial, Satpol PP maupun perseorangan. Lebih lanjut ia menjelaskan prosedur awal yang dilakukan adalah melihat dari mana pasien masuk, apakah melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD) atau pendaftaran reguler.
“ Kalau pasien dalam kondisi darurat, mereka akan langsung dibawa ke IGD. Namun jika kondisinya tidak mendesak pasien bisa melalui proses pendaftaran. Sebelum mendapatkan layanan status kepesertaan BPJS pasien juga akan diperiksa,” kata Dr Jasmen Silitonga.
Pihaknya memastikan apakah pasien memiliki BPJS atau tidak. Jika memiliki pegawai rumah sakit akan menanyakan nomor induk kependudukan ( NIK) status kepesertaan BPJS dapat diperiksa tanpa harus membawa kartu fisik.
Jika pasien sudah terdaftar dalam BPJS rumah sakit tetap akan menerimanya dengan syarat bahwa dalam waktu 3x24 jam pasien atau keluarganya harus mengurus pendaftaran BPJS.
Ia mengatakan saat ini RSKJ Soeprapto Propinsi Bengkulu melayani 100 pasien baru dan 42 pasien layanan kontrol ODGJ. Para pasien ini berasal dari berbagai wilayah di Propinsi Bengkulu, baik kota maupun kabupaten disekitarnya.
Berdasarkan data yang tersedia pasien laki-laki mendominasi jumlah pendaftaran, meskipun ada juga beberapa pasien perempuan yang menjalani perawatan.
Ia menyampaikan bahwa beberapa pasien yang telah membaik mampu menjalankan aktifitas sederhana, seperti berjualan di sekitar rumah sakit atau bercocok tanam
Namun banyak juga pasien yang mengalami kekambuhan setelah kembali ke lingkungan asalnya. Sehingga mereka harus kembali menjalani perawatan di rumah sakit.
“ Ada beberapa pasien dapat pulih sepenuhnya, tetapi ada ada yang kembali mengalami gangguan kejiwaan akibat lingkungan yang kurang mendukung proses pemulihan mereka,” katanya.
Sebelum menjalani perawatan setiap pasien harus melalui tahapan skrining awal dan pendaftaran. Mereka kemudian diperiksa oleh tim medis untuk menentukan jenis perawatan yang paling sesuai dengan kondisi mereka.
Ia menambahkan bahwa pemulihan pasien gangguan jiwa tidak hanya bergantung pada pengobatan medis tetapi juga dukungan dari keluarga dan masyarakat.
“ Stigma terhadap penderita gangguan kejiwaan sering kali menjadi hambatan besar bagi mereka untuk kembali hidup mandiri. Oleh karena itu kesadaran masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan sangat diperlukan,” katanya. (Ainun)
Editor : P Sipayung.