Terkait Dokter Spesialis Mogok Kerja, Banyak Pasien yang Terlantar Anggota DPRD Pasbar Syafridal Akan Surati IDI
Anggota DPRD Pasaman Barat, Syafridal Saat Meninjau Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasbar Selasa (22/11) (Fhoto : Ist) |
PASAMAN BARAT, Infokepri.com - Buntut aksi mogok kerja oleh belasan dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat menjadi sorotan khusus Anggota DPRD Pasaman Barat, Syafridal (Fraksi PAN).
Ia menyayangkan hal itu terus terjadi dihari berikutnya apabila dokter akan tetap mogok kerja sampai pihak manajemen rumah sakit membayarkan insentif TPP dokter yang sudah peroleh Remunisasi tersebut.
Syafridal yang langsung turun ke RSUD pada Selasa Pagi (22/11) untuk kroscek kebenaran aksi mogok tersebut. Ia merasa sangat prihatin dengan apa yang terjadi yang di Rumah sakit daerah itu mengakibatkan pelayanan terganggu.
"Pihak rumah sakit harus menyelesaikan persoalan ini dengan cepat. Ini sudah jelas mengganggu pelayanan ke masyarakat. Jangan persoalan ini berlarut-larut," tegasnya.
Menurutnya seharusnya dokter spesialis tidak memaksakan kehendak dan taat kepada aturan yang ada. Sebab, ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Ini jelas sangat merugikan masyarakat. Kami akan menyurati Ikatan Dokter Indonesia mengenai masalah ini. Solusi ini harus ada dengan cepat. Kasihan masyarakat yang ingin berobat," sebutnya.
Sebenarnya lembaga DPRD dan juga pemkab Pasaman Barat sudah berupaya untuk memenuhi apa yang menjadi tuntutan dari para dokter spesialis tersebut.
"Kita minta agar mereka bekerja maksimal untuk melayani masyarakat atau pasien untuk berobat, tapi apa daya Kita ketika ada regulasi aturan yang tidak bisa kita tabrak begitu saja, tentu butuh proses dan waktu untuk melaluinya. Sehingga tidak menimbulkan permasalahan baru di kemudian hari" pungkas Dewan Banggar dari Dapil dua Pasbar itu.
Sementara perwakilan dokter spesialis RSUD Pasaman Barat dr. Okta di Simpang Empat, menyebutkan "Persoalan ini sudah lama dan berlarut-larut. Berbagai upaya telah kami lakukan namun tidak juga dikabulkan".
Menurutnya selama ini jasa layanan atau istilahnya P2 tidak sepenuhnya dibayarkan oleh RSUD. Maksimal yang pernah dibayarkan maksimal hanya 30 persen.
Kemudian insentif atau istilahnya P1 dan P3 dibayarkan APBD berupa intensif berdasarkan tunjangan kelangkaan profesi selama empat tahun tidak pernah dibayarkan.
"Selain itu bertambahnya Tenaga Harian Lepas (THL) di RSUD mengakibatkan tidak efisien dan tidak sesuai standar Rumah Sakit Tipe C," katanya.
Padahal, katanya, dokter spesialis memiliki keahlian khusus dengan melayani pasien 24 jam selama tujuh hari pada rumah sakit lain menerima intensif. Sedangkan di Pasaman Barat tidak pernah.
"Adapun remunisasi yang diterima selama inipun tidak penuh karena terlalu banyak yang menerima atau pembagiannya banyak," katanya.
Sebelum mogok kerja, pihaknya telah melakukan berbagai upaya baik pertemuan dengan Sekretaris Daerah, DPRD Pasaman Barat, Inspektorat, Dewan Pengawas RSUD dan lainnya pada prinsipnya setuju ada intensif.
Selain itu juga telah melakukan pembelajaran atau studi tiru ke sejumlah RSUD di Sumbar seperti RSUD Lubuk Sikaping Pasaman dan RSUD Padang Panjang dimana mereka masih membayarkan intensif dan TPP.
"Puncaknya beberapa hari yang lalu dimana awalnya disetujui akan ada intensif di anggaran perubahan namun tidak ada juga. Makanya kami melakukan aksi mogok dengan memberitahu ke manajemen rumah sakit," sebutnya.
Sementara itu Direktur RSUD Pasaman Barat Yandri menyayangkan terjadinya aksi mogok kerja itu. Pihaknya akan mencarikan solusinya agar pelayanan tetap ada nantinya.
"Untuk pelayanan secara umum tetap jalan. Kita berharap dokter spesialis dapat kembali memberikan pelayanan sembari menunggu proses masalah intensif itu," harapnya.
Ia menjelaskan pada prinsipnya Pemkab Pasaman Barat setuju diberikan intensif dan DPRD juga sudah menganggarkan.
Namun, katanya, intensif itu belum bisa dibayarkan karena RSUD masih memakai sistem remunisasi. Di dalamnya juga ada terkait tunjangan.
Pihaknya terkenda dengan regulasi atau Peraturan Bupati yang telah dipakai selama ini dengan sistem remonisasi.
"Harus diubah dahulu jika tidak maka berbenturan dengan sistem remonisasi karena sistem remonisasi telah mengakomodor tunjangan juga di dalamnya. Jika dipaksakan maka akan ada dua pembayaran," sebutnya
Pihaknya juga telah berkoordinasi dengan Inspektorat Pasaman Barat dan BPKP di Padang dan sistem harus diubah terlebih dahulu.
"Untuk merubah Perbup saat ini berbeda dengan sebelumnya butuh proses karena harus sampai ke Menkumham," katanya.
Salah seorang pasien yang ingin berobat di Poli Mata mengatakan sangat kecewa dengan aksi mogok dokter spesialis karena dia dari kampungnya sudah mempersiapkan BPJS dan surat rujukan dari Puskesmas.
"Pagi tadi saya sudah berangkat dari rumah dengan menumpang oplet, setiba di RSUD tidak bisa berobat" sesalnya.
"Rencana mau operasi Katarak oleh dokter spesialis mata. Tetapi tidak buka terpaksa pulang lagi ke Air Bangis," katanya nenek itu sambil menangis.(**)