Ratusan Aliansi Buruh Menggelar Aksi Damai, Tolak Kenaikan BBM dan Menolak Omnibus Law
Suasana Buruh Saat Menggelar Aksi Damai di Depan kantor Walikota Batam di Jalan Engku Putri Senin (19/9/2022) (Fhoto : P Sipayung) |
BATAM, Infokepri.com – Ratusan aliansi buruh di Kota Batam menggelar aksi damai di depan kantor Walikota Batam pada Senin (19/9/2022), untuk menolak kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah ditetapkan pemerintah
Sebelum melakukan aksi damai di depan Kantor Walikota Batam ini, para buruh ini juga melakukan aksi damai di Kantor DPRD Kota Batam bersama aliansi mahasiswa.
Selain menolak kenaikan BBM para buruh juga meminta pemerintah untuk menaikkan UMK dan UMP tahun 2023 sebesar 10-13 persen, serta menolak UU Cipta Kerja beserta turunannya.
Ketua FSPMI Batam, Alfitoni dalam orasinya mengatakan kenaikan BBM sebesar 30 % akan mempengaruhi daya beli buruh pasalnya setiap tahun kenaikan upah sebelumnya hanya 0,5 % .
"Kenaikan BBM sangat menyengsarakan masyarakat, terutama kaum buruh, kenaikan BBM, tidak diiringi dengan kenaikan upah sebelumnya, sehingga menurunkan daya beli buruh,” katanya.
Dalam orasinya, ia juga menyampaikan bahwa pihaknya menolak UU Cipta Kerja Omnibus Law karena hanya menguntungkan pengusaha tetapi sangat merugikan pihak buruh.
Alasannya merugikan kaum buruh, karena system kerja PKWT atau kontrak kerja bahkan system kerja outsourcing dalam Omnibus Law sudah dilegalkan.
“ Saat ini banyak perusahaan menggunakan karyawan melalui outsourcing, “ katanya.
Dalam Omnibus Law system kerja kontrak bisa sampai 5 tahun, padahal lowongan kerja hampir disetiap perusahaan di Batam yang dibutuhkan hanya berusia 18-23 tahun.
“ Ini artinya system kontrak yang diatur Omnibus Law melegalkan kontrak seumur hidup,” katanya.
Selanjutnya Alfitoni menjelaskan dalam Omnibus Law melalui PP 36 turunannya mengatur tentang kenaikan upah minimum berdasarkan satuan atas dan satuan bawah.
“ Jadi kenaikan upah minimum yang diatur Omnibus Low melalui PP 36 turunannya untuk teknisnya, berdasarkan batas atas dan batas bawah. Jadi selagi ada Omnibus Low kenaikan upah minimum di kota – kota industry yang UMK nya di atas Rp 4 juta,- seperti Kota Batam kenaikan upah minimumnya tidak akan pernah di atas 1 % ,” katanya.
Terbukti selama dua tahun ini, katanya, sejak Omnibus Low diberlakukan UMK tahun 2021 hanya naik 0,5 % dan UMK tahun 2022 hanya naik 0,8 %.
“ Gubernur DKI Jakarta pernah menaikkan UMK sebesar 5 %, lalu digugat oleh Apindo di PTUN DKI Jakarta. Dan Apindo dalam gugatnya itu dimenangkan. Mengapa Apindo bisa menang karena memang PP 36 telah mengatur garis batas minimum dan garis batas maksimum untuk kenaikan upah,” katanya.
Ia juga memberi contoh perhitungan untuk UMK tahun 2023, jika pertumbuhan ekonomi dan inflasi kota Batam seandainya totalnya sebesar 10 %. Maka upah minimum batas atas adalah 10 % dikali upah minimum tahun 2022 yang besarnya Rp 4.150.000,- atau digenapkan Rp 4.200.000,- dikali 10 % hasilnya Rp 420.000,- . Jadi batas atas upah minimum Kota Batam sebesar Rp 420.000,- ditambah Rp 4.200.000,- yakni sebesar Rp Rp 4.620.000,-
Sedangkan batas bawah upah minimum Kota Batam sesuai PP 36 adalah 50 % dari batas atas upah minimum Kota Batam, yaitu 50 % dikali Rp 4.620.000,- hasilnya Rp 2.310.000,-
“ Batas bawah upah minimum Kota Batam sebesar Rp 2.310.000,- dan batas atas upah minimum Kota Batam sebesar Rp 4.620.000. Di tengah-tengah antara Rp 2.310.000,- dengan Rp 4.620.000,- adalah sekitar Rp 3,3 juta,- sementara upah minimum Kota Batam saat ini sebesar Rp 4.150.000,- artinya UMK Kota Batam tahun 2022 sudah 70 % di atas ambang makanya UMK Kota Batam tahun 2023 tidak akan pernah naik diatas 1 %,” katanya.
Usai Alfitoni menyampaikan orasinya, para buruh melanjutkan aksi damainya ke Gedung Graha Kepri untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada Gubernur Kepri. (tim)