Ranperda RPP APBD 2020, Berikut Catatan dan Pandangan Fraksi PDI P DPRD Batam
Sabtu, 19 Juni 2021
Ketua Fraksi Menghadap Pimpinan Rapat |
BATAM, Infokepri.com - Menindak lanjuti penjelasan Walikota (Wako) Batam terakit Rancangan Peraturan Daerah Pertanggung Jawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (Ranperda RPP APBD) Kota Batam, tahun anggaran 2020, terdapat beberapa catatan dan usulan dari fraksi-fraksi DPRD Batam.
Berikut, pandangan dari Juru bicara Fraksi PDI Perjuangan, Tohap Erikson P menyampaikan bahwa Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) yang diberikan kepada Pemerintah Kota (Pemko Batam), bukanlah menjadi satu-satunya indikator dalam melihat keberhasilan, dalam menyerap anggaran pada pembangunan kota Batam.
"Masih banyak temuan-temuan di Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK yang harus dibenahi Pemko Batam," terangnya pada Rapat Paripurna ke III masa persidangan III tahun sidang 2021, di Gedung DPRD Batam, Batam Centre - Batam (18/6).
Lanjutnya, Fraksi menyoroti dari 76 indikator kinerja sasaran yang ditetapkan dalam RPJMD kota Batam yang dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun 2020, hanya 59 indikator sedangkan sisanya 17 indikator tidak dilaporkan capaian kinerjanya. "Kami mempertanyakan hal ini, sebab ini adalah gambaran atas keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian visi misi daerah dalam RPJMD," jelasnya.
Berikutnya, realisasi belanja tahun 2020 yang direncanakan sebesar Rp 2,690 Triliun dengan realisasi anggaran sebesar Rp 2,342 Triliun atau terealisasi sebesar 87,6% dari realisasi tersebut terdapat masih belum maksimalnya penyerapan anggaran yang dilakukan oleh Pemko Batam karena masih ada selisih anggaran atau SILPA yang tidak terserap sebesar Rp 384 Juta lebih.
Ditengah pandemi Covid-19 ini masyarakat membutuhkan bantuan ekonomi dari realisasi penyerapan anggaran itu, berupa bantuan sosial, penyelanggaraan kesehatan maupun pembangunan infrastruktur daerah.
"Meminta penjelasan Wako Batam terkait kewajiban pembayaran utang sebesar Rp 21,086,422,040,07 terdiri dari pendapatan diterima di muka, utang belanja dan utang jangka pendek lainnya, padahal jika dilihat dari penyerapan anggaran ada SILPA sebesar Rp 348 Juta yang tidak terserap dengan baik sehingga ini menjadi catatan kami, dan mempertanyakan untuk apa saja hutang-hutang ini dibayarkan, dimana saja, dan bagaimana cara mengembalikannya," jelasnya.
"Karena yang kami khawatirkan pembayaran utang ini akan mempengaruhi postur anggaran APBD tahun 2022, yang juga akan berkonsentrasi terhadap pelayanan publik," katanya.
Lanjutnya lagi, melihat kinerja belanja daerah tahun 2020 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya dimana pada tahun 2019 belanja daerah mencapai 90,7%. Namun, pada tahun 2020 menurun menjadi 87,06%. Dari alokasi anggaran terdapat sisa sebesar dari jenis belanja daerah tahun 2020 yang terbagi dari kelompok belanja tidak langsung dan langsung.
Belanja tidak langsung, modal tidak terserap sebesar Rp 98,1 Miliar dengan rincian belanja berbagai tersisa Rp 38,9 Miliar, belanja hibah bantuan sosial tersisa Rp 3 Miliar, belanja tidak terduga tersisa sebesar Rp 28,7 Miliar. Belanja langsung yang tidak terserap sebesar Rp 249,8 Miliar dengan rincian. belanja pegawai tidak terserap sebesar RP 38,7 Miliar, belanja barang dan jasa tersisa Rp 188,8 Miliar dan belanja modal tersisa Rp 22,5 Miliar.
"Hal ini perlu kami pertanyakan apakah sisa belanja tersebut tidak terserap karena kegiatan yang gagal dilaksanakan oleh perangkat daerah atau merupakan efisiensi anggaran, Untuk itu dapat diketahui dengan jelas perangkat daerah mana yang serapan anggarannya paling rendah dan serta apa hambatan permasalahannya. Sehingga kedepan perlunya pendampingan guna dapat menyerap belanja anggaran secara maksimal," tutup Jubir Fraksi PDI Perjuangan. (AP)