Sudirman Saad : Kepala BP Batam Telah Meneken Kuota Induk
Selasa, 28 Januari 2020
BATAM, Infokepri.com - Kuota induk yang menjadi dasar BP Batam untuk menerbitkan izin pengeluaran barang atau import barang konsumsi di kota Batam sudah di tanda tangani oleh Kepala BP Batam dan di upload pada sistem online. Diharapkan dengan ditanda tangani Kuota Induk itu pelayanan akan kembali berjalan normal
Hal tersebut disampaikan oleh Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad saat menggelar coffee morning dan diskusi bersama sejumlah awak media di Marketing Centre BP Batam, Batam Centre, Batam, Selasa (28/1/2020).
Diskusi itu juga dihadiri oleh Kepala Biro Humas, Promosi dan Protokol Dendi Gustinandar, Kasubdit Perdagangan BP Batam, Yani Alkindi, Kasubdit Industri BP Batam, Krus Haryanto.
Pada kesempatan itu Sudirman Saad menjelaskan mengenai Lalu Lintas Barang sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199/ 2019, BP Batam telah menerbitkan Peraturan Kepala BP Batam yang mengatur Lalu Lintas Barang khususnya barang konsumsi tentang tata cara menyusun kuota induk yang lebih transparan, akuntabel, partisifatif.
Beliau menyebutkan yang menjadi krusial di Batam saat ini adalah masalah kuota pemasukkan barang konsumsi khususnya. Untuk pertama kalinya BP Batam menetapkan kuota secara resmi dan akan menjadi patokan yang sudah dimasukkan ke dalam sistem sebagai standar acuan BP Batam dalam izin pemasukkan barang.
Realisasi pemasukkan barang tahun 2019 mencerminkan kebutuhan yang diperlukan masyarakat Batam pada tahun yang lalu. Dalam menentukan kuota Pemasukan barang konsumsi yang diperhatikan adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2020 dan inflasi yang terjadi.
Ia menyebutkan dalam menentukan Kuota Induk, pihaknya telah mengundang 800 importir, bahkan di sistem online diumumkan agar para importir lebih partisipatif, transparan, akuntable.
“ Kami meminta mereka untuk menyampaikan rencana importasinya ditahun 2020, namun dari 800 importir hanya sekitar 300 importir yang meresponnya. Kita berharap para importir berkontribusi dalam membangun kuota yang transparan namun belum bisa terantisipasi,” katanya.
Pada kesempatan itu Sudirman Saad menjelaskan mengenai Lalu Lintas Barang sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 199/ 2019, BP Batam telah menerbitkan Peraturan Kepala BP Batam yang mengatur Lalu Lintas Barang khususnya barang konsumsi tentang tata cara menyusun kuota induk yang lebih transparan, akuntabel, partisifatif.
Beliau menyebutkan yang menjadi krusial di Batam saat ini adalah masalah kuota pemasukkan barang konsumsi khususnya. Untuk pertama kalinya BP Batam menetapkan kuota secara resmi dan akan menjadi patokan yang sudah dimasukkan ke dalam sistem sebagai standar acuan BP Batam dalam izin pemasukkan barang.
Realisasi pemasukkan barang tahun 2019 mencerminkan kebutuhan yang diperlukan masyarakat Batam pada tahun yang lalu. Dalam menentukan kuota Pemasukan barang konsumsi yang diperhatikan adalah perkiraan pertumbuhan ekonomi Batam tahun 2020 dan inflasi yang terjadi.
Ia menyebutkan dalam menentukan Kuota Induk, pihaknya telah mengundang 800 importir, bahkan di sistem online diumumkan agar para importir lebih partisipatif, transparan, akuntable.
“ Kami meminta mereka untuk menyampaikan rencana importasinya ditahun 2020, namun dari 800 importir hanya sekitar 300 importir yang meresponnya. Kita berharap para importir berkontribusi dalam membangun kuota yang transparan namun belum bisa terantisipasi,” katanya.
Oleh karena itu, katanya, barang - barang tersendat karena Kuota Induk belum ditetapkan dan 189 permohonan importasi dari awal Januari lalu tidak bisa diproses.
Untuk memproses 189 permohonan itu, lanjutnya, pihaknya telah melakukan dialog dengan 189 importir dan disepakati untuk sementara sebelum Kuota Induk diresmikan dilakukan pelayanan secara manual yang akan diselesaikan selama 4 hari dengan syarat, barang itu sudah ada di Batam, atau sedang berlayar ke Batam (kurang dari seminggu), harus ada realisasi import tahun sebelumnya.
“ Dari 189 importir yang mengajukan permohonan, 140 an importir ditolak lantaran tidak memenuhi syarat,” katanya.
Pada kesempatan itu Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad juga menjelaskan mengenai reseller dari Batam. Berdasarkan data statistik nasional dari 57,9 juta pengiriman barang dari luar negeri masuk ke Indonesia di tahun 2019 lalu diantaranya 77,7 % transit di Batam, jadi ada 45 juta pengiriman dari luar negeri via Batam.
Dari 45 juta pengiriman dari luar negeri via Batam itu bernilai USD 75 per barang konsumsi tersebut..
“ Untuk itu saya meminta kepada jajaran Lalu Lintas Barang untuk memeriksa kembali kuota induk yang sudah kita tetapkan, jangan sampai berlebihan, dan barang itu tidak dibutuhkan di masyarakat, termasuk wisatawan. Yang mana kunjungan wisatawan lebih tinggi jumlahnya dari total penduduk Batam. Karena kebutuhan wisatawan juga kita hitung,” katanya.
Ia menyebutkan Kota Batam dirancang sebagai kota Industri dan pariwisata, barang konsumsi sebetulnya dirancang hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Batam, dan mensupprot Industri, jadi tidak dirancang sebagai tempat, atau Lalu Lintas Perdagangan barang dari luar negeri transit di Batam lalu dimasukkan ke Indonesia.
Lebih lanjut dikatakannya mengenai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-199/PMK.10/2019 tanggal 26 Desember 2019 (PMK 199) di rancang secara terbuka dengan mengundang asosiasi dan sampai pada suatu kesimpulan angka USD 75 diturunkan menjadi senilai USD 3 per barang konsumsi.
“ Nilai itu sudah dihitung sedemikian rupa, karena itu angka yang betul - betul di satu sisi masih memberikan ruang untuk pemasukkan barang, sekaligus memproteksi industri kecil menengah,” katanya.
Ia memberi contoh seperti di Bekasi, Sidoarjo banyak pelaku industri kecil menengah yang tutup lantaran terlalu banyak barang import masuk.
“ Salah satu contohnya jilbab buatan China yang beredar/masuk di pasar - pasar tradisional sehingga ekonomi kerakyatan kita menjadi taruhannya, hal itu harus di proteksi. PMK 199/2019 dirancang sudah sangat partisipatif untuk melindungi industri kecil dan menengah di Indonesia,” jelasnya
Kasubdit Industri Krus Haryanto mengatakan terkait Lalu Lintas Barang industri, BP Batam sudah mengajukan kepada Pemerintah Pusat.
Untuk memproses 189 permohonan itu, lanjutnya, pihaknya telah melakukan dialog dengan 189 importir dan disepakati untuk sementara sebelum Kuota Induk diresmikan dilakukan pelayanan secara manual yang akan diselesaikan selama 4 hari dengan syarat, barang itu sudah ada di Batam, atau sedang berlayar ke Batam (kurang dari seminggu), harus ada realisasi import tahun sebelumnya.
“ Dari 189 importir yang mengajukan permohonan, 140 an importir ditolak lantaran tidak memenuhi syarat,” katanya.
Pada kesempatan itu Deputi Bidang Pengelolaan Kawasan dan Investasi, Sudirman Saad juga menjelaskan mengenai reseller dari Batam. Berdasarkan data statistik nasional dari 57,9 juta pengiriman barang dari luar negeri masuk ke Indonesia di tahun 2019 lalu diantaranya 77,7 % transit di Batam, jadi ada 45 juta pengiriman dari luar negeri via Batam.
Dari 45 juta pengiriman dari luar negeri via Batam itu bernilai USD 75 per barang konsumsi tersebut..
“ Untuk itu saya meminta kepada jajaran Lalu Lintas Barang untuk memeriksa kembali kuota induk yang sudah kita tetapkan, jangan sampai berlebihan, dan barang itu tidak dibutuhkan di masyarakat, termasuk wisatawan. Yang mana kunjungan wisatawan lebih tinggi jumlahnya dari total penduduk Batam. Karena kebutuhan wisatawan juga kita hitung,” katanya.
Ia menyebutkan Kota Batam dirancang sebagai kota Industri dan pariwisata, barang konsumsi sebetulnya dirancang hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Batam, dan mensupprot Industri, jadi tidak dirancang sebagai tempat, atau Lalu Lintas Perdagangan barang dari luar negeri transit di Batam lalu dimasukkan ke Indonesia.
Lebih lanjut dikatakannya mengenai Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-199/PMK.10/2019 tanggal 26 Desember 2019 (PMK 199) di rancang secara terbuka dengan mengundang asosiasi dan sampai pada suatu kesimpulan angka USD 75 diturunkan menjadi senilai USD 3 per barang konsumsi.
“ Nilai itu sudah dihitung sedemikian rupa, karena itu angka yang betul - betul di satu sisi masih memberikan ruang untuk pemasukkan barang, sekaligus memproteksi industri kecil menengah,” katanya.
Ia memberi contoh seperti di Bekasi, Sidoarjo banyak pelaku industri kecil menengah yang tutup lantaran terlalu banyak barang import masuk.
“ Salah satu contohnya jilbab buatan China yang beredar/masuk di pasar - pasar tradisional sehingga ekonomi kerakyatan kita menjadi taruhannya, hal itu harus di proteksi. PMK 199/2019 dirancang sudah sangat partisipatif untuk melindungi industri kecil dan menengah di Indonesia,” jelasnya
Kasubdit Industri Krus Haryanto mengatakan terkait Lalu Lintas Barang industri, BP Batam sudah mengajukan kepada Pemerintah Pusat.
Sesuai PP 10 tahun 2012 selama ini untuk pembatasan bahan baku, bahan penolong dari industri yang ada di Batam harus mengajukan Persetujuan Import (PI), untuk itu BP Batam mengusulkan aturan pembatasan di kawasan bebas untuk dicabut sehingga nantinya industri - industri yang ada di Batam, yang akan memasukkan bahan baku dan penolong bisa langsung mengajukan ke BP Batam tidak melalui lembaga dan Kementerian terkait.
Mengenai pemasukkan barang modal tidak baru, sesuai Permendag nomor 118 tahun 2018 harus ada pengecualian dari Kementerian terkait, BP Batam mengusulkan untuk kegiatan relokasi industri di kecualikan lantaran sudah diakomodir dengan Permendag Nomor 76 tahun 2019 yang mulai berlaku sejak 21 November 2019 lalu, sehingga untuk kegiatan relokasi industri tidak perlu mendapatkan persetujuan import dari Kementerian terkait tapi dapat langsung ke BP Batam.
“ Ke depannya, untuk investasi dan relokasi industri maupun untuk pengembangan usaha dan peningkatan kapasitas produksi tidak perlu lagi mengurus dari Kementerian terkait,” tutupnya.
(AP)