Komisi VIII DPR RI Gelar Forum Tampung Aspirasi Ketua Kloter
Jumat, 09 Agustus 2019
SERGAI, Infokepri.com –Ketua TPHD Sergai yang tergabung dalam kloter 7 embarkasi Medan Ir H Soekirman mengatakan Komisi VIII DPR RI memfasilitasi sebuah forum evaluasi haji yang dihadiri para petugas haji/Ketua Kloter maupun TPHD/TPIHI dari embarkasi Medan dari 22 kloter yang dilaksanakan di Mushallah Hotel Rehab al Mohabbah, Makkah, Arab Saudi.
Forum itu digelar Komisi VIII DPR RI untuk menampung masukan/saran terkait pelayanan haji Indonesia.
Dalam kesempatan tersebut Drs. Marwan Dasopang selaku Wakil Ketua Tim DPR RI Komisi VIII menjelaskan bahwa evaluasi pada tahun lalu terdapat rekomendasi salah satunya adalah jangan ada bus shalawat yang ganti hingga 2 kali ke Haram. Jika terdapat hal seperti ini harap ditinggalkan saja. Kita usahakan bus yang 1 kali saja dan
"Alhamdulilah….hingga kini sudah berjalan. Sedangkan mengenai zonasi sudah dimulai tahun ini dan hasilnya suasananya seperti di kampung sendiri," katanya.
Demikian keterangan dari Ketua TPHD Sergai yang tergabung dalam kloter 7 embarkasi Medan Ir H Soekirman yang disampaikan kepada Kadis Kominfo Sergai Drs H Akmal M.Si melalui WhatsApp langsung dari Makkah, Arab Saudi, Kamis (8/8/2019).
Lebih lanjut diceritakan Soekirman, bahwa dalam pertemuan tersebut Marwan Dasopang mengutarakan tentang makanan yang diupayakan bercita rasa Indonesia. Oleh karenanya bumbu dari Indonesia dan chef dari Indonesia. Sedangkan mengenai jadwal bus shalawat yang waktunya dirasa belum pas, namun sudah mendekati waktu yang telah ditentukan.
Soal makanan khususnya bumbu ada yang sedikit berubah. Harapan jemaah sambal pedas ada didalam menu, katanya Wakil Ketua Tim DPR RI Drs.
Marwan Dasopang yang juga menjelaskan tahun depan Insya Allah dari Partai PKB yang jadi Ketua Tim Evaluasi.
Sementara itu terkait dengan persoalan makanan pada waktu crowded (ramai) selama 5 hari dari Arofah, Musdalifah, Mina (Armusna) hingga kini belum ditemukan jalan keluarnya. Perlu adanya inovasi yang terus ditingkatkan untuk hal ini termasuk peluang dalam pengadaan/pengolahan makanan beku.
Selain itu lanjut Marwan Dasopang, persoalan lain yaitu untuk pelontaran jamarat jauhnya dengan Mina Jadid mencapai 6 km sehingga waktu yang diperlukan untuk menempuh jarak tersebut (pulang-pergi) mencapai 12 km. Disisi lain dari wukuf Arofah ke Mina para jemaah harus turun sebentar di Musdalifah sejenak.
Hal ini harus dijelaskan kepada jemaah tua, karena banyak yang bingung di titik Musdalifah. Untuk itu perlu dilakukan evaluasi agar ada perbaikan dimasa yang akan datang.
Silahkan berikan masukan-masukan dari petugas tahun ini 2019/1440H," katanya.
Pertemuan tersebut juga diisi dengan tanya jawab, seperti yang disampaikan ZE Hasibuan dari kloter 6 MES Palas, mengutarakan dari aspek ibadah menyebutkan banyak terjadi kasus misalnya batal wudhu saat tawaf, tak ingat sa’i sehingga setelah diberi tahu maka mereka harus bayar dam.
Lalu Marwan Dasopang menjelaskan, barangkali karena tidak merata manasik, maka diperlukan manasik lebih awal. Alasan Kemenag terkait dengan anggaran/dana yang belum turun.
DPR RI menyadari bahwa kesepakatan manasik sebanyak 8 kali di kecamatan dan 2 di kabupaten. Kemudian buku bimbingan haji seperti dahulu yang digantung di leher tidak merata dibagi.
Hal ini akan jadi bahan evaluasi. Soal selesai wukuf di Arofah lanjutnya, ada informasi jemaah tidak berhenti di Musdalifah.
"Di Mina Jadid dikira 2 malam, dan 1 malam Arofah. Kemudian dikenal dengan istilah 2 in One di Mina, keterangan ini dijelaskan oleh konsultan haji di Arab Saudi," ujar tim evaluasi DPR RI.
Selanjutnya pertanyaan lain dari S Daulay MES kloter 07, masalah dam yang dikenakan terhadap Jemaah haji, otomatis karena haji tamatu.
Ada kesan komersialisasi karena ada Dam sudah dibayar ditanah air kepada KBIH serta orang-orang dari Kemenag. Harganya juga variatif ada 350, 400, atau 600 riyal.
Kemudian lanjutnya, masalah ibadah, ada KBIH yang membawa Badal haji (orang yang menggantikan haji) yang disisipkan pada jemaah. Sehingga ada orang yang dititipkan tidak terkontrol harga variatif mulai Rp 6, 8 dan 10 juta rupiah. Selanjutnya S Daulay juga mempersoalkan jadwal makanan yang tidak sama dengan Madinah.
Di Madinah sebelum sholat Zuhur makanan sudah datang. Sedangkan Makkah pernah karom menunggu hingga 2 jam.
"Hal ini tentu harus lebih dievaluasi dengan baik, katanya.
Selanjutnya yang bertanya DR Ansari, soal interval waktu menunggu di asrama haji, Madinatul Hujaj Medan, dari ba’da Zuhur hingga berangkat jam 22 malam dirasakan terlalu lama.
Begitupun dengan makanan yang kurang variasi seperti cita rasa sambal untuk orang Indonesia.
Sebaiknya makanan yang disajikan adalah makanan yang bergizi sebelum berangkat ke Armina dibuat lebih baik. Tapi justru yang terjadi makanan tidak lagi diberi jatah. Tentu membuat kondisi sik menjadi lemah, kata DR Ansari.
Turut andil juga dari Kabupaten Asahan yang bertanya soal keberadaan KBIH, seperti memposisikan TPHI hanya menumpang kepada mereka.
Kemudian, Ketua Kloter yang baru sampai biasanya karom yang dekat KBIH cepat dapat kamar dan pasangannya.
Sampai saat ini sadah 2 kali belum juga mendapat tempat, termasuk untuk posko kesehatan juga kesulitan.
Sebaiknya Ketua Kloter diberikan kewenangan/otoritas dalam membagi kamar bagi para jemaah.
Begitupun dengan Kloter Kab. Madina H Sabirin juga menyampaikan pertanyaan dengan asanya info tidak ada bus untuk nafar tsani (keluar mina seletah melontar jumroh).
Setelah dihubungkan dengan Rois (termasuk golongan raja pada orang Arab), hasilnya ternyata memang bus tidak tersedia lagi untuk nafar tsani.
"Saat petugas yang pergi ke sektor untuk bertemu dengan M Sai (Konsultan haji,) mendapat jawaban bahwa itu merupakan hak maktap," ujarnya menyampaikan keluhannya.
Petugas dari Kabupaten Labuhan Batu Dr Asbin MES 21, mengutarakan saat tidak ada makanan maka Jemaah terpaksa diberikan roti.
“ Kami kloter 4 ditempatkan pada 2 sektor di Madinah dan Makkah, sehingga banyak terkuras waktu untuk keliling termasuk kesulitan membuat posko kesehatan, bagi yang risti (resiko tinggi) sampai jam 4 belum dapat kamar sehingga jemaah mengalami beberapa kesulitan karena belum mendapat kamar. Sama halnya dengan kloter lainnya, dari kloter 13 menyinggung tentang mikod (batas dimulainya ibadah haji) di Jeddah karena terburu-buru dan didesak ada yang tidak sempurna ibadah (wudhu, sholat sunah ihram, dll) mohon agar ke depannya dievaluasi lagi terkait dengan waktu yang diperlukan dalam ibadah tersebut.
Menanggapi apa yang telah disampaikan masing-masing kloter, Marwan Dasopang dari DPR RI memberikan tanggapan, bagi yang belum survey Armuna petugas/karom bisa dibawa melihat tempat Armuna, untuk mengetahui posisi pondokan lebih awal.
Selanjutnya untuk menghadapi KBIH disatu sisi membantu dan disisi lain menjadi hambatan karena lebih prioritas untuk nasabahnya, akan dipikirkan jalan keluar.
Sering terdapat kamar-kamar yang sudah ditetapkan nama-namanya, tetapi tidak bisa ditempati oleh nama yang bersangkutan karene kamar tersebut seakan diblok pemandu KBIH.
Oleh karenanya, Marwan Dasopang berharap dengan sistem zonasi dapat menjadi jawaban, akan tetapi tahun ini karena masih pertama kalinya dilaksanakan, jadi belum bisa diterapkan sempurna, katanya.
Mengenai masalah makanan, memang agak sulit karena iklim mempengaruhi kualitas makanan.
Sementara soal pemberangkatan yang lambat, diakui Marwan bahwa Asrama Haji Medan sudah kurang layak lagi, dan sepertinya perlu dipindahkan ke Kuala Namu (KNO).
Mengenai istilah two in one, Armusna perlu diluruskan. Termasuk soal nafar awal dan nafar tsani, juga soal tarwiyah yaitu duluan ke Mina. Akan tetapi Pemerintah Arab Saudi tidak setuju dengan pola Tarwiyah.
Marwan mengisahkan pengalamannya terkait dengan Dam, pernah marah dengan pihak BPKH, padahal harusnya dipotong di tempat dan termasuk badal juga haji yang sering terkesan di ageni.
Sayangnya itu wilayah yang di luar domain kita, katanya.
Dalam hal ini, DPR RI melalui Marwan Dasopang menyatakan senang ada banyak info yang disampaikan seperti pertemuan saat ini, sehingga dapat menjadi masukan untuk pembahasan bersama Kementrian Agama. Contohnya bagi jemaah yang mengambil nafar tsani juga harus difasilitasi transportasinya.
Memag saya juga menyadari penyelenggaraan haji tidak lepas dari unsur bisnis, akan tetapi hendaknya jangan hanya diatur di Arab Saudi saja, tetapi juga Indonesia punya posisi tawar dan masukannya yang harus didengar.
Untuk jemaah resiko tinggi, agar dicari jalan keluarnya dan bagi jemaah yang ingatannya lemah karena pikun perlu dipikirkan agar tidak mengganggu jemaah lain untuk kesempurnaan ibadahnya, kata Wakil Ketua Tim DPR RI Drs Marwan Dasopang menjawab semua pertanyaan.
Demikian laporan dari Kloter 7 embarkasi MES, TPHD Sergai Ir H Soekirman mengabarkan dari Makkah, Arab Saudi.
(Red/bon)