Surat Ombudsman RI Terkait Ex Officio BP Batam
Senin, 21 Januari 2019
Fhoto : Istimewa/net |
JAKARTA, Infokepri.com – Ombudsman RI meminta pemerintah agar dapat mempertimbangkan lagi keputusannya untuk melakukan peleburan kelembagaan dan kewenangan pengeloaan Badan Pengusahaan (BP) Batam yang akan dijabat ex-officio oleh Wali Kota Batam.
Pendapat dan saran tersebut disampaikan Ombudsman RI dalam suratnya, tertanggal 08 Januari 2019, Nomor: 0018/ORI-SRT/I/2019, yang ditandatangani oleh Ketua Ombudsman RI Prof. Amzulian Rifai, SH, LLM, PhD.
Pendapat dan saran tersebut disampaikan Ombudsman RI dalam suratnya, tertanggal 08 Januari 2019, Nomor: 0018/ORI-SRT/I/2019, yang ditandatangani oleh Ketua Ombudsman RI Prof. Amzulian Rifai, SH, LLM, PhD.
Dalam surat itu dijelaskannya dalam memperhatikan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya berkenaan dengan rencana Pemerintah melakukan peleburan BP Batam dengan menetapkan Walikota Batam secara ex-officio sebagai Kepala BP Batam.
Ombudsman Republik Indonesia memandang perlu menyampaikan pendapat kepada Presiden RI, Ombudsman memahami bahwa Pemerintah dalam rangka mewujudkan tujuan negara yang salah satunya adalah memajukan kesejahteraan umum telah menetapkan pelayanan publik sebagai salah satu fokus perhatian.
Sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2015-2019, Pelayanan publik yang baik merupakan ciri landasan pembangunan yang kokoh. Atas hal tersebut maka pelayanan publik harus terwujud pada semua sektor, baik barang, jasa maupun administrasi.
Dalam rangka mendukung upaya pemerintah, Ombudsman sebagai lembaga negara pengawas pelayanan publik telah melakukan kajian mengenai layanan publik, yang salah satunya adalah pelayanan publik di Kota Batam.
Hasil kajian menyimpulkan bahwa Pelayanan publik di Kota Batam diselenggarakan oleh 2 (dua) institusi, yaitu BP Batam dan Pemerintah Kota Batam. Masing-masing instansi memiliki dasar kewenangan yaitu, Pemerintah Kota Batam melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam.
Adapun BP. Batam diatur melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.
Berdasarkan hasil kajian, diketahui bahwa terjadi tumpang tindih kewenangan dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik oleh kedua institusi tersebut, sehingga menimbulkan ketidak efektifan layanan.
Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan tidak terwujudnya tujuan dari pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan pelabuhan Bebas Batam.
Berkenaan kajian tersebut, serta memperhatikan perkembangan masyarakat, Ombudsman RI menyampaikan pendapat dan saran kepada Presiden Republik Indonesia
1. Penyelesaian permasalahan tumpang tindih kewenangan tidak dapat dilakukan hanya dengan melakukan peleburan kelembagaan dalam bentuk pengelolaan BP Batam dilakukan oleh Walikota Batam.
Hal tersebut akan menimbulkan permasalahan baru antara lain berupa :
- Melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana di atur dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Layanan Publik khususnya Pasal 17 huruf a
- Melanggar ketentuan UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah khususnya Pasal 76 ayat (1) huruf c.
- Memberikan ketidakpastian bagi investor pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas secara umum. Indonesia memiliki 4 (empat) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang berdasarkan RPJM 2015-2019 akan diperkuat dan tidak dilebur dengan pemerintah daerah.
2. Pemerintah segera menerbitkan peraturan pelaksana undang-undang sebagai dasar dalam mengatur pola hubungan antara BP. Batam dengan Pemerintah Kota Batam. Ketentuan dimaksud antara lain
- Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 21 UU Nomor 53 Tahun 1999 tentang tentang Pembentukan Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna,Kabupaten Kuantan Singingi, dan Kota Batam.
- Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 360 UU Nornor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
3. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam penerbitan ketentuan peraturan pemerintah sebagaimana pada angka 2 (dua) dengan merujuk pada ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
4. Melakukan penataan kelembagaan BP. Batam sebagai organisasi peningkatan ekonomi Kawasan dengan mengubah kelembagaan BP. Batam yang hanya berfungsi sebagai pelaksana (eksektif) dan tidak melakukan fungsi pembuat peraturan sesuai ketentuan UU Nomor 36 Tahun 2000 Juncto UU Nomor 44 Tahun 2007.
5. Mempertegas pembagian kewenangan pada kedua institusi sesuai prinsip Desentralisasi Fungsional. BP. Batam hanya memiliki kewenangan di Bidang Investasi, Perindustrian dan Perdagangan sedangkan Pemerintah Kota Batam dibidang pelayanan publik dasar.
Demikian saran kami sampaikan kepada Presiden Republik Indonesia sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan mengenai upaya perbaikan pelayanan publik dalam pengelolaan Kawasan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. (Ril/AP)