DPRD Kepri Akan Merampungkan Perda Bantuan Hukum
Sabtu, 10 Juni 2017
Raja Astagena Menyerahkan Pandangan Fraksi Golkar Kepada Ketua Pansus Taba Iskandar ( Fhoto : Istimewa) |
TANJUNG PINANG, Infokepri.com - Masyarakat miskin Kepri yang sedang berperkara kini tidak perlu khawatir lagi. DPRD Kepri saat ini hampir merampungkan Peraturan Daerah (Perda) Bantuan Hukum kepada masyarakat miskin. Dengan hadirnya perda ini, maka pemerintah menjamin seluruh masyarakat mendapatkan akses pendampingan di persidangan.
Ketua Pansus Bantuan Hukum, Taba Iskandar mengatakan bahwa saat ini, masih banyak ditemukan rakyat miskin yang tak mendapat bantuan hukum saat berperkara. Beragam alasan mencuat termasuk minimnya pemahaman dari masyarakat dan aparat penegak hukum.
"Masih banyak masyarakat miskin yang belum dapat bantuan hukum saat menjalani penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan. Aparat penegak hukum juga banyak yang tidak tahu UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum. Kebanyakan masih mengacu ke KUHAP," kata Taba di Graha Kepri.
Menurutnya, dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan bahwa negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.
Adapun bantuan hukum tersebut berupa jasa hukum secara cuma-cuma. Artinya, di setiap perkara yang dihadapi orang rakyat miskin dapat menikmati fasilitas bantuan hukum yang diakomodasi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepri.
"Penerima bantuan hukum adalah orang miskin dan pemberi bantuan hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan," kata Taba.
Seluruh fraksi-fraksi di DPRD juga memberikan tanggapan yang sama. Khusus untuk lembaga pemberi bantuan, Fraksi PDIP meminta agar perda ini memasukkan UU 18 tahun 2003 tentang advokat.”Kami meminta agar dalam konsiderannya dimasukkan UU 18 tahun 2003, agar Perda ini semakin kuat,” kata Ery Suwandi menyampaikan pendapat fraksinya.
Begitu juga dengan Golkar. Fraksi Beringin meminta agar Perda ini diperkuat dengan peraturan Gubernur. “Kami meminta agar Gubernur mengeluarkan Pergub sebagai pelaksana teknisnya,” kata Raja Astagena dari fraksi Golkar.
Adapun fraksi PKS melalui juru bicaranya Abdulrahman mengharapkan agar nantinya porsi terbesar diberikan kepada non litigasi. Sedangkan fraksi Demokrat menyoroti tentang akreditasi dan verifikasi kepada organisasi bantuan hukum. “Kami berharap agar akreditasi dan verifikasi, tidak menghalangi dan membatasi lembaga memberikan bantuan hukum,” kata Joko Nugroho dari fraksi Demokrat. Sejak lahirnya UU Bantuan hukum, Pemerintah diwajibkan memberikan bantuan hukum.
(Pay)
Ketua Pansus Bantuan Hukum, Taba Iskandar mengatakan bahwa saat ini, masih banyak ditemukan rakyat miskin yang tak mendapat bantuan hukum saat berperkara. Beragam alasan mencuat termasuk minimnya pemahaman dari masyarakat dan aparat penegak hukum.
"Masih banyak masyarakat miskin yang belum dapat bantuan hukum saat menjalani penyidikan di Kepolisian dan Kejaksaan. Aparat penegak hukum juga banyak yang tidak tahu UU Nomor 16 Tahun 2011 tentang bantuan hukum. Kebanyakan masih mengacu ke KUHAP," kata Taba di Graha Kepri.
Menurutnya, dalam UU Nomor 6 Tahun 2011 disebutkan bahwa negara bertanggungjawab terhadap pemberian bantuan hukum bagi orang miskin sebagai perwujudan akses terhadap keadilan.
Adapun bantuan hukum tersebut berupa jasa hukum secara cuma-cuma. Artinya, di setiap perkara yang dihadapi orang rakyat miskin dapat menikmati fasilitas bantuan hukum yang diakomodasi oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Kepri.
"Penerima bantuan hukum adalah orang miskin dan pemberi bantuan hukum adalah Lembaga Bantuan Hukum atau organisasi kemasyarakatan," kata Taba.
Seluruh fraksi-fraksi di DPRD juga memberikan tanggapan yang sama. Khusus untuk lembaga pemberi bantuan, Fraksi PDIP meminta agar perda ini memasukkan UU 18 tahun 2003 tentang advokat.”Kami meminta agar dalam konsiderannya dimasukkan UU 18 tahun 2003, agar Perda ini semakin kuat,” kata Ery Suwandi menyampaikan pendapat fraksinya.
Begitu juga dengan Golkar. Fraksi Beringin meminta agar Perda ini diperkuat dengan peraturan Gubernur. “Kami meminta agar Gubernur mengeluarkan Pergub sebagai pelaksana teknisnya,” kata Raja Astagena dari fraksi Golkar.
Adapun fraksi PKS melalui juru bicaranya Abdulrahman mengharapkan agar nantinya porsi terbesar diberikan kepada non litigasi. Sedangkan fraksi Demokrat menyoroti tentang akreditasi dan verifikasi kepada organisasi bantuan hukum. “Kami berharap agar akreditasi dan verifikasi, tidak menghalangi dan membatasi lembaga memberikan bantuan hukum,” kata Joko Nugroho dari fraksi Demokrat. Sejak lahirnya UU Bantuan hukum, Pemerintah diwajibkan memberikan bantuan hukum.
(Pay)